DH. Ismail Sitanggang, M.Si, Direktur Visi Aulia Jaya Group, perusahaan yg bergerak di bidang Penerbitan, Percetakan, Event Organizer & Konsultan bisnis. Mantan Ketua Bid. Promosi Kader HMI cabang Ciputat, Ketua Dewan Predium Formasi, Pengurus Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, DPP BISMA dan pengurus KAHMI, kini dipercaya menjadi Wakil Pemimpin Perusahaan Majalah CSR Review, pengurus CFCD DKI Jakarta, BKKKS Jakarta. Selain aktif mengurusi bisnis dan beragam organisasi yang diikutinya, ia juga mulai menekuni karir di bidang training motivasi dan tulis menulis. Suami dari Tety Muhithoh-Mahasiswi Pasca Sarjana UI- ini telah menulis 7 buku & puluhan buku lainnya yang ditulis bersama tim Visi Aulia Jaya dan rekan-rekan bisnisnya. Menurut Pengagum KH. Imam Zarkasyi, Achmad Bakrie, Om William ini, Indonesia akan sejahtera bila banyak pengusahanya. Untuk obsesi tersebut kini ayah tiga putra ini bersama timnya sedang bekerja keras membangun sekolah bisnis bagi tunas wirausaha muda dan UMKM. Yuk bersinergi membangun Indonesia Jaya. Kalau bukan kita siapa lagi...



Jumat, 17 September 2010

MUDIK -Marsipature Hutanabe dan Kontribusi Pemudik bagi Kemajuan Daerah?



Anakkoki do hamoraon di au ( artinya anakku itu adalah simbol "kekayaan" bagi orangtua ), adalah salah satu potongan lirik lagu batak yang sangat terkenal dan amat penulis sukai. Kenapa? Subtansi lagu tersebut menerangkan penting regenerasi dalam kehidupan setiap keluarga orang Batak. Pendidikan Anak, adalah kunci sukses proses regenasi tersebut. Itulah barangkali, kenapa dalam adat Batak, pewarisan ilmu yang ditandai dengan keharusan menyekolahkan anak setinggi-tingginya menjadi tradisi bagi keluarga orang Batak. Tentu saja, pentingnya ilmu ini sebagai medium utama meraih kesuksesan juga merupakan keyakinan setiap orang tua, dimana saja dan dari kalangan etnis manapun.



Namun, kadar, komitmen, pengorbanan serta keyakinan setiap orang tua pastilah berbeda-beda. Perbedaan kadar keyakinan tersebutlah hemat penulis yang ingin ditegaskan oleh pengarang lagu tersebut diatas- sekaligus sebagai dukungan agar tradisi ini terus dipertahankan.

Dalam lagu tersebut, Dikisahkan oleh pengarangnya, bahwa sangat banyak para orang tua dipulau Sumatera bagian utara tersebut, yang rela bersakit-sakit bekerja, hidup penuh prihatin dan bekerja siang malam, demi untuk memastikan kelanjutan pendidikan putra-putranya diluar kota dan bahkan di luar negeri untuk mencapai cita2 tertingginya.



Ini menarik untuk dicermati. Sempatkanlah berkunjung kepulau Sumatra. Lihatlah ibu-ibu dan bapak-bapak yang bekerja membanting tulang diladang-ladang yang tandus dan berbukit-bukit tersebut dan bahkan nyaris tanpa bantuan alas kaki sekalipun demi mencari uang untuk membiayai studi anaknya nun jauh di sana . Lalu sempatkan pula lah bertanya, berapa orang putranya dan sekolah dimana gerangan putra-putrinya tersebut? Niscaya anda akan kaget ketika menemukan jawaban bahwa anaknya ada yang bersekolah di ibu kota, atau merantau ke kota untuk memperbaiki nasib dan bahkan ada yang luar negeri sono. luar biasa.



Konon katanya ini menyekolah anak setinggi langit telah menjadi kultur orang tua di Pulau Sumatra utara secara turun temurun. Tak heran, setiap liburan nasional atau akhir tahun tiba, perkampungan di pulau Sumatra itu, yang kondisi rumahnya sangat memprihatinkan, tetapi dipenuhi oleh anak-anak muda berpendidikan tinggi baik disekolah-sekolah terbaik di Indonesia dan bahkan diluar negeri. Tampak nya orang tua di sumatra ini meyakini betul pengaruh keperkasaan ilmu bagi kegemilangan masa depan keluarganya. Apa yang mempengaruhi kehidupan orang batak semacam ini? Kenapa etos itu tumbuh membiak dan bahkan menjadi kultur positif yang mendongkrak jumlah orang batak yang sukses? Tampaknya memerlukan penelitian yang lebih mendalam.



Tetapi hemat penulis, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya para pendeta dari luar negeri yang umumnya memiliki tingkat pendidikan tinggi yang datang ke pulau tersebut. Dengan interaksi intensif para turis atau para pendeta tersebut dengan para orang tua, tentu saja menjadi nilai tambah tersendiri yang ikut merezuvenasi budaya batak menjadi budaya unggul.Tentu saja asumsi ini masih perlu diuji. Hal yang sama mungkin dapat kita lihat di Bali. Hadirnya orang asing sebagai turis yang umumnya kaya secara finansial, beradab secara etika turut menyumbang bagi kemajuan kultur dan kemodernan suku Asli Bali. Belum lagi hal ini diperkuat dengan semakin seringnya publikasi atau promosi daerah dan budaya Bali melalui pemberitaan dan film-film yang menggambarkan eksotisnya pulau Bali dan betapa santun nya warga Bali memperlakukan Tamu turut berkontribusi memperkuat citra orang Bali menjadi warga kelas Dunia.



Point penting yang ingin penulis sampaikan melalui tulisan ini adalah, betapa pentingnya pengaruh orang tua dan lingkungan dalam menstimulus, memotivasi serta memberikan limited intervention bagi kesuksesan seorang anak. Stimulus dan motivasi itu bisa melalui syair-syair, lagu-lagu, role model hingga melalui sugesti dalam segala bentuknya. Lama – kelamaan dukungan tersebut akan memprogram pikiran sang anak sehingga tumbuh motivasi untuk berprestasi dan menjadi kebanggan bagi diri dan lingkungannya.



Marsipature Hutanabe

spirit dari lagu ’ anakkokki do hamoroan di au” tampaknya telah berhasil gemilang dtandai dengan banyak nya orang batak rantau berprestasi. Namun ironisnya, kemajuan putra Batak perantau tersebut, tidak diikuti oleh Kemajuan kehidupan dikampung halamannya.



mantan Anak-anak kampung dari Batak yang karena pendidikannnya tinggi akibat pengorbanan orang tua yang hebat tersebut, tampaknya tidak berbalas. Buktinya, Perkampungan Orang Batak tak banyak mengalami kemajuan signifikan dibandingkan mobilitas orang Batak Perantau dipusat-pusat kemajuan peradaban.



Inilah barangkali yang memotivasi Gubernur Raja Inal Siregar hadir dengan gagasan Briliannya, ” yuk bertanggung renteng membangun Kampung Halaman” atau ” Marsipature Hutanabe”. Gagasan mengajak para perantau Batak yang berhasil untuk bertanggung renteng membangun kampung halaman ( marsipature hutanabe ) pernah dicanangkan oleh Raja Inal Siregar. Gagasan ini mendapat acungan jempol dari berbagai pihak. Melalui gagasan ini sang Raja yang menjadi Gubernur SUMUT Ini, mengajak seluruh stakeholder Kampung halaman turut berpartisipasi membantu pemerintah daerahnya masing-masing.



Berhasil kah Gagasan ini?

Penulis tidak menemukan sebuah laporan yang terpercaya, bagaimana keberhasilan gagasan tersebut. Yang penulis ketahui bahwa kini di Sibolga dan Tarutung telah tumbuh dan berkembang beberapa sekolah –sekolah kelas Standar Nasional yang didirikan oleh Para Perantau Sukses dari daerah tersebut. Sebaliknya, Gagasan ” Protap” hemat penulis dapat juga dimaknai sebagai bukti tidak efektifnya gagasan tersebut memobilisir kepedulian orang Batak Rantau. Kini, masih tampak menganga, kesenjangan pembangunan di Pusat Kota Sumatera dengan didesa-desa sebagai akibat dari Kemalasan Aparat PEMDA untuk menelusuri desa-desa berbukit didaerah pedalaman Sumatra. Pemekaran Daerah, diharapkan akan memperdekat aksesibilitas pemerintah dengan rakyat nya. Ini lah semangat ideal dibalik pemekaran tersebut. Sayangnya idealisme mulia tersebut telah ternodai oleh aksi politik yang kebablasan sebagaimana anda ketahui.

Namun, jika saja, pemerintah Daerah Sumtra Utara dapat memahami aspirasi suci dibalik PROTAP tersebut yakni pemberdayaan rakyat serta pemerataan pembangunan, maka niscaya konflik tidak perlu terjadi. Dan ini juga kritik pedas bagi orang Batak perantau yang telah sukses agar tidak serta merta menggantungkan harapan kepada pemerintah an sich. Yuk, secara swadaya kita bangun kampung halaman dengan etos dan kapasitas yang kita miliki dengan harapan PEMDA Juga akan segera mengikutinya.



Gagasan Marsipature Huta Nabe hemat penulis akan selalu hidup dan relevan untuk diteladani dimasa depan. Gagasan ini dalam bentuk program yang lain, tampaknya juga telah mulai diikuti oleh beberapa PEMDA. Provinsi Gorontalo dimasa Kepemimpinan Fadel Muhammad termasuk PEMDA yang cerdas menggalang potensi para pengusaha sukses dan tokoh –tokoh asal Gorantalo untuk mendukung investasi dan pembangunan didaerah tersebut.



Sebagaimana diketahui dalam waktu singkat pemerintah Gorantalo berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan dan Mendongkrak APBD nya hingga mencetak ribuan pengusaha muda didaerah tersebut. Inilah contoh pemerintahan berwajah enterpreneurship yang melihat peluang terbuka dalam setiap situasi.



baru-baru ini sahabat kami yang baru pulang dinas di kota Padang juga mengatakan hal yang sama. Bagaimana pemda dan tokoh masyarakat adat setempat berbaris menyambut para perantau yang lagi mudik kekampung halamannya. Begitulah pemimpin daerah memotivasi dan merayu para perantau sukses tersebut utk berbagi dengan saudaranya dikampung.


Jadi pembangunan daerah, sebagai prasyarat kemajuan bangsa juga sangat terkait dengan komitmen para perantau dari putra daerah untuk membangun kampung halamannya sendiri. Kita tidak boleh jadi warga yang cengeng. Dikit-dikit bergantung sama pemerintah, ha,,ha..

Rakyat, khususnya para perantau yang sukses dapat memulai inisiatif terbaiknya sambil menanti mesin otonomi daerah bekerja. Idealnya Sinergi tripartiet dalam pembangunan daerah menjadi modal sukses pembangunan suatu daerah. Yuk Mudik sambil membangun daerah ( marsipature hutanabe ). Salam hangat dan salam sukses selalu. DH.Ismail Sitanggang, Penulis buku Yuk Jadi Pengusaha: etos bisnis tiada merugi dan rahasia Sukses Para Juara )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar