DH. Ismail Sitanggang, M.Si, Direktur Visi Aulia Jaya Group, perusahaan yg bergerak di bidang Penerbitan, Percetakan, Event Organizer & Konsultan bisnis. Mantan Ketua Bid. Promosi Kader HMI cabang Ciputat, Ketua Dewan Predium Formasi, Pengurus Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, DPP BISMA dan pengurus KAHMI, kini dipercaya menjadi Wakil Pemimpin Perusahaan Majalah CSR Review, pengurus CFCD DKI Jakarta, BKKKS Jakarta. Selain aktif mengurusi bisnis dan beragam organisasi yang diikutinya, ia juga mulai menekuni karir di bidang training motivasi dan tulis menulis. Suami dari Tety Muhithoh-Mahasiswi Pasca Sarjana UI- ini telah menulis 7 buku & puluhan buku lainnya yang ditulis bersama tim Visi Aulia Jaya dan rekan-rekan bisnisnya. Menurut Pengagum KH. Imam Zarkasyi, Achmad Bakrie, Om William ini, Indonesia akan sejahtera bila banyak pengusahanya. Untuk obsesi tersebut kini ayah tiga putra ini bersama timnya sedang bekerja keras membangun sekolah bisnis bagi tunas wirausaha muda dan UMKM. Yuk bersinergi membangun Indonesia Jaya. Kalau bukan kita siapa lagi...



Kamis, 20 Mei 2010

Membakar Dunia Batin Manusia

Buku karya DH Ismail ini adalah usaha menghidupkan dunia-dalam kita yang mungkin redup di balik timbunan kenyataan yang kita alami. Ia mencoba menunjukkan potensi dan daya kreatif manusia dalam situasi sesulit apa pun, menunjukkan juga bahwa memecahkan masalah ditentukan terutama oleh dunia-dalam dan daya kreatif manusia itu sendiri. Ini adalah jalan keluar yang coba ditawarkan untuk menghadapi situasi yang lebih banyak memadamkan dunia-dalam manusia, yaitu situasi yang mematikan kepercayaan pada hidup.

Sekali berarti
Sudah itu mati
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar)


Yang diperlukan Indonesia hari ini adalah kepercayaan pada hidup. Yaitu bahwa hidup sangatlah bermakna, berharga, dan karena itu selalu ada harapan di sana. Kepercayaan pada hidup dengan demikian adalah semangat untuk mengisi hidup itu sendiri dengan kesadaran penuh akan potensi diri pribadi di tengah makin tipisnya harapan akibat beban hidup yang kian berat. Kepercayaan ini kiranya perlu terus-menerus dibangkitkan bahkan dikobarkan, ketika situasi kita kini lebih banyak menguburkan harapan demi harapan hingga ke titik nadir yang amat menakutkan. Rasa putus asa pada sebagian masyarakat kita, yang antara lain ditandai dengan kasus bunuh diri akibat tekanan kemiskinan yang tak tertanggungkan, kiranya sudah sampai pada taraf yang amat mencemaskan. Mereka merasa, dalam lorong gelap yang seakan tanpa ujung, hidup hanyalah kesia-siaan. Dan, karena tak ada setitik pun cahaya di ujung jauh lorong gelap itu, maka mengakhiri hidup diambil sebagai pilihan pahit untuk memecahkan jalan buntu hidup yang terasa sia-sia.

Langkah ekstrem yang merefleksikan runtuhnya kepercayaan pada hidup ini patut kita renungkan dengan sungguh-sungguh hari ini. Sebab, berbagai langkah politik untuk meringankan hidup guna membangkitkan kepercayaan pada harapan di hari esok belum memberikan hasil yang bisa membatalkan anggapan bahwa hidup sia-sia belaka. Alih-alih, yang justru membentang di depan mata adalah kenyataan yang menyesakkan, yaitu tiadanya peluang dan kesempatan yang memungkinkan semua orang mengaktualisasikan diri secara memadai. Ketidaktersediaan peluang dan kesempatan ini, yang menunjukkan macetnya demokrasi sosial dan ekonomi kita, adalah faktor utama yang meruntuhkan kepercayaan pada hidup. Di samping itu, di banyak televisi kita, dengan mata telanjang kita menyaksikan kuis-kuis berhadiah yang dengan mudah memberikan hadiah ini-itu tanpa meminta keringat atau keahlian apa pun. Fenomena itu diam-diam menanamkan pandangan bahwa hidup memang tak memerlukan harapan, tak pula memerlukan etos dan kerja keras. Hidup hanya dan hanya keberuntungan belaka.

Lebih dari itu, di berbagai media pula hampir setiap hari kita menyaksikan para elit sosial kita melakukan berbagai penyimpangan moral dan sosial: main suap, sogok, korupsi, perempuan, dan lain-lain, dari bentuknya yang halus hingga yang kasar —dengan kadar penyinmpangan yang sangat mencengangkan. Semua itu pastilah memupuk frustasi sosial akan hidup-bersama sebagai sebuah bangsa, bahkan sebagai sesama manusia. Beban hidup kaum kebanyakan yang begitu berat, bahkan kian berat, ternyata tak mendapatkan solidaritas dari kaum elit yang secara sosial, politik, dan ekonomi sesungguhnya disokong oleh kaum kebanyakan itu. Dengan penyimpangan kaum elit yang dewasa ini berlangsung massif dan struktural di mana-mana, kaum kebanyakan bahkan tak mendapatkan sekadar sensitivitas dari kaum elit itu sendiri. Jika kaum kebanyakan yang menjadi penyangga kaum elit tak mendapatkan sensitivitas dan solidaritas dari kaum elit, adalah wajar kalau kaum kebanyakan merasa disia-siakan atau bahkan merasa dikhianati.

Sensitivitas dan solidaritas kaum elit sesungguhnya merupakan salah satu benteng kaum kebanyakan dalam mempertahankan diri dari ancaman kehancuran harapan dan kepercayaan mereka pada hidup. Ketika benteng itu sudah tak ada lagi, mereka akan merasa benar-benar hidup di tengah reruntuhan dan kehancuran, terutama secara sosial.

Yang tak kalah merisaukan —atau bahkan lebih merisaukan lagi— adalah kenyataan bahwa keruntuhan harapan dan kepercayaan pada hidup ini menjangkiti pula “kelas menengah” kita, kelas terpelajar, atau tepatnya mereka yang relatif beruntung secara sosial. Mereka memiliki modal yang relatif baik —pendidikan, sosial, dan budaya— namun mereka menemukan diri mereka sebagai tidak bisa mengaktualisasikan diri secara maksimal. Bukan karena hambatan di dalam diri mereka sendiri, melainkan karena kenyataan objektif di luar diri mereka yang bersumber dari kegagalan politik kita dalam membangun infrastruktur sosial dan ekonomi.
Dalam situasi seperti itu, dengan kepercayaan pada hidup yang masih tersisa, individu dituntut untuk kembali pada individu itu sendiri. Individu tak cukup lagi mempercayakan dirinya pada komitmen politik untuk hidup-bersama sebagai sebuah bangsa. Individu harus mempertahankan dan menyelamatkan dirinya sendiri dari kebangkrutan hidup. Dengan kata lain, dia harus menyelamatkan sendiri kepercayaannya pada hidup, tidak dengan mengharapkan tersedianya kenyataan objektif yang memungkinkan mereka mengaktualisasikan diri secara maksimal, melainkan dengan menggali sisi-sisi terdalam diri mereka sebagai manusia. Dia tidak bisa lagi melulu melihat ke dunia-luar dirinya, melainkan harus melihat ke dunia-dalam dirinya sendiri, dunia mana menyimpan energi luar biasa yang bisa memancarkan kekuatan dahsyat untuk menciptakan sendiri dunia objektif bagi aktualisasi dirinya secara maksimal.

Bagaimanapun, sukses hidup seseorang —apa pun definisi kita tentang sukses— pertama-tama ditentukan oleh dunia-dalam dirinya sendiri: motivasi, keyakinan, semangat, etos, roh, spirit, optimisme, dan sejenisnya. Apa pun dasarnya, sekular atau relijius, dunia-dalam pastilah merupakan modal utama seseorang dalam mengembangkan diri untuk meraih sukses hidup. Masalahnya adalah bahwa manusia bagaimanapun selalu berhadapan dengan dunia-luar dirinya, yang sayangnya tidak selalu kondusif bagi dunia-dalamnya. Dalam konteks itulah dunia-luar kerapkali menciutkan energi dunia-dalam seseorang, yang di ujung titik ekstrimnya bisa melahirkan rasa kecewa dan putus asa. Dalam arti kata lain, energi luar biasa yang terkandung di dalam dirinya tersembunyi di balik timbunan pengalaman yang tidak menguntungkan.
Maka menghidupkan terus-menerus api dunia-dalam ini tentulah amat penting dan mendesak hari ini, apalagi dalam situasi ketika dunia-luar justru cenderung memadamkannya. Inilah api energi yang tetap hidup dalam diri seseorang, namun seringkali tidak disadarinya. Api inilah sesungguhnya yang akan membakar semangat untuk mengatasi dan memecahkan sendiri setiap masalah yang dihadapi. Api itu adalah energi kreatif dan produktif, yang bisa mengukur kemampuannya sendiri, dan karena itu akan mencari energi-energi lain untuk bersinergi memecahkan masalah yang tak mungkin ditanggung dan dipecahkan sendiri.

Buku karya DH Ismail ini adalah usaha menghidupkan dunia-dalam kita yang mungkin redup di balik timbunan kenyataan yang kita alami. Ia mencoba menunjukkan potensi dan daya kreatif manusia dalam situasi sesulit apa pun, menunjukkan juga bahwa memecahkan masalah ditentukan terutama oleh dunia-dalam dan daya kreatif manusia itu sendiri. Ini adalah jalan keluar yang coba ditawarkan untuk menghadapi situasi yang lebih banyak memadamkan dunia-dalam manusia, yaitu situasi yang mematikan kepercayaan pada hidup. Dengan demikian, dilihat dari konteks Indonesia hari ini, dimana hidup terasa kian berat dan kesulitan terasa tak mungkin dipecahkan, buku ini tentulah amat relevan guna memastikan kembali pentingnya kepercayaan pada hidup. Yaitu keyakinan untuk memecahkan sendiri masalah yang kita hadapi dengan memaksimalkan daya kreatif dan produktif yang kita miliki.

Di sini kita berjumpa dengan pembalikan paradigma: dari pandangan bahwa sukses ditentukan oleh situasi objektif di luar diri manusia ke pandangan bahwa sukses ditentukan justru oleh dunia-dalam manusia itu sendiri. Seseorang mencapai sukses bukan terutama karena struktur sosial dan budaya lingkungannya, melainkan pertama-tama karena struktur batin dan kerohaniannya yang menyala-nyala. Paradigma pertama hanya akan menciptakan ketergantungan; paradigma kedua niscaya akan membangun kemandirian.

Untuk membakar dunia batin kita, DH Ismail menggali berbagai sumber: pendapat para ahli motivasi, agama (Islam), pengalaman hidup para tokoh (agama, politisi, pengusaha, dll.), bahkan pengalamannya sendiri. Buku ini kiranya akan memberikan kita inspirasi dan spirit, bahwa —dalam kata-kata penyair Chairil Anwar yang terkenal— sekali hidup/ sudah itu mati, dan aku mau hidup seribu tahun lagi. Yakni, karena kita hanya hidup sekali, maka hidup kita harus berarti. Hanya setelah hidup kita berarti, kita boleh mati. Dengan hidup yang berarti itulah kita akan hidup abadi.

Demikianlah, buku ini mencoba menghidupkan kembali kepercayaan kita pada hidup. Mudah-mudahan kita senantiasa mendapatkan inspirasi untuk terus-menerus mengukuhkan kepercayaan kita pada hidup atas dasar daya kreatif dan produktif kita sendiri sebagai karunia Tuhan yang tak ternilai. Salam.***
Jamal D. Rahman, penyair, pemimpin redaksi majalah sastra Horison, komisaris
Visi Aulia Jaya.





Baca selengkapnya......

Selasa, 18 Mei 2010

AWAS VIRUS SUKSES!!


Kendalikan Pikiran dan Tetapkan Tujuan


Dalam kehidupan serba materialistik saat ini, sering kali kita terjebak dan bahkan salah mengukur kualitas kesuksesan seseorang berdasarkan pekerjaaan hari ini. Setiap berkenalan dengan orang baru, pertanyaan yang pertama kali diajukan adalah, "Anda dinas di mana?" Atau, "Apa pekerjaan Anda saat ini?" "Apakah pekerjaan tersebut mampu memuaskan hasrat ekonomi Anda?" dan seterusnya. Singkatnya, manusia modern mulai terjebak pada penuhanan materi dan menjadikan materi sebagai alat ukur kadar kemanusiaan seseorang. Manusia memang mahluk kerja, tetapi menjadikan pekerjaan seseorang sebagai satu-satunya indikator kesuksesan seseorang juga tidaklah bijaksana. Anda ragu dengan kesimpulan tersebut, bacalah kisah berikut ini:

Suatu hari, oleh karena sebuah kendala teknis yang benar-benar force major (darurat), kami pengelola sebuah media terpaksa, mengutus seseorang yang sehari-hari bertugas sebagai office boy di kantor kami untuk menggantikan salah satu wartawan kami yang terlambat masuk kantor karena sesuatu hal, padahal dia harus melakukan liputan kegiatan seorang Menteri. Kepada Office boy tersebut, kami memberikan tugas yang jelas serta peralatan kerja yang lengkap, yakni : sebuah kamera, kartu press serta undangan resmi dari humas departemen tersebut. Agar 'petugas' kami tersebut betul-betul mengetahui tugas barunya, kami bekali dia dengan catatan yang berisi rincian tugasnya, yakni: mendapatkan foto close up sang Menteri serta mengambil press release yang biasanya telah disediakan oleh pejabat humas departemen tersebut. Konsekwensinya, jika kedua tugas tersebut tidak berhasil didapatkannya, maka ia tidak perlu menampakkan batang hidung di kantor, alias jangan kembali, tegas redaktur pelaksana.

Dus, sang 'reporter' dadakan tersebut akhirnya berangkat menuju ke lokasi kegiatan dalam keadaan setengah ragu alias gemetaran. Ia pun meluncur dengan mengendarai motor ke wilayah pinggiran Jakarta, tempat di mana acara tersebut dilaksanakan. Apa yang terjadi pembaca yang budiman?
Sore harinya, tatkala tim redaksi sedang berkumpul untuk mengevaluasi liputan harian, sang 'reporter' dadakan tersebut pulang. Di luar dugaan kami semua, ia menyerahkan kamera serta press release, ia juga berhasil membawa dua tas berisi manual acara juga kaus dan jaket. Tak hanya itu, sang 'reporter' tersebut juga berhasil merekam pidato lengkap sang menteri serta sambutan beberapa tokoh dan dilengkapi dengan wawancara sang menteri yang ia lakukan bersama rombongan wartawan media lain selepas acara tersebut. Singkatnya, bahan baku tulisan yang diperolehnya dalam liputan tersebut benar-benar sempurna. Demikian juga dengan foto hasil jepretannya.

Melihat kinerja nan hebat tersebut, kami tak bisa menyembunyikan kekaguman kami. Bahkan teman-teman merasa bersalah karena terlambat mengenali potensi tersembunyi sang office boy tersebut. Penulis juga menyaksikan bagaimana wajah sumringahnya memancarkan aroma kebahagiaan saat kami berulang-ulang memujinya dengan tulus. Rasa percaya diri yang lama tertimbun oleh stigmatisasi office boy, langsung tumbuh mekar seketika. Ia seperti dilahirkan kembali.

Sejak kejadian tersebut, kami amati, hari-harinya menunjukkan prestasi demi prestasi. Semangat bekerjanya naik 180 derajat dan kualitas hidupnya pun menanjak drastis. Profesinya memang masih tetap sebagai office boy, tetapi ia dan kami, kini berbeda melihat dan memperlakukannya. Kami menyadari bahwa selama ini, ia hanya seorang yang sedang sial nasibnya hingga menjadi office boy, meski ia memiliki potensi dahsyat bagai mutiara terpendam lumpur.

Seiring perjalanan waktu, kini ia memiliki kebiasaan baru : Bila sebelumnya ia lebih banyak duduk dan bergaul dengan sesama office boy, kini ia mulai menjalin relasi dengan awak redaksi. Sekarang ia telah menetapkan tujuan baru dalam hidupnya yakni ingin menjadi fotrografer. Dengan tujuan barunya tersebut, ia hadir ke kantor lebih cepat dan pulang lebih malam hanya untuk memastikan bisa berbincang-bincang dengan tim redaksi. Sejak saat itu ia selalu merayu redaksi agar diberi kesempatan emas kembali untuk melakukan kegiatan serupa. Singkatnya, orang tua paruh baya yang telah puluhan tahun nrimo menjadi office boy tersebut, kini memiliki gairah hidup (passion) yang baru alias terkena virus ”candu sukses”. Kami juga mengetahui beberapa saat kemudian ia telah mengikuti kursus fotografi demi memekarkan impiannya. Ia benar-benar telah kecanduan atas prestasi.

Tiga bulan setelah kejadian tersebut, kami tak punya alasan lagi untuk menolak permintaannya. Kamipun menaikkan jabatannya dari OB menjadi fotografer. Dan seiring dengan tugas barunya tersebut, orang tua paruh baya tersebut telah mendapatkan impiannya sebagai fotografer. Dengan cepat ia belajar dan menyesuaikan diri dengan pekerjaan idamannya, sehingga ialah yang paling siap menerima segala jenis tugas yang paling menantang, yang justru seringkali membuahkan kelezatan. Ketika wartawan senior lainnya mulai bosan dengan pekerjaannya, orang ini justru sedang berpesta ria dengan profesi barunya. Tak heran, ketika seorang seniornya harus dipecat dengan tidak terhormat, sang tokoh ini malah sedang sibuk menorehkan sejumlah prestasi baru. Ketika tulisan ini dipublikasikan, wartawan tersebut telah meliput beberapa kegiatan menteri bahkan sudah sering bersantap makan dengan beberapa tokoh–tokoh penting di republik ini. Wow, luar biasa bukan.

Fakta di atas membuka mata batin penulis; betapa jabatan atau pekerjaan seseorang tak senantiasa paralel dengan kualitas hakikinya. Di dalam sebuah sistem bursa sukses yang belum menerapkan asas merytokrasi dengan baik seperti di Indonesia, dan di mana ijazah pendidikan tinggi tidak selalu paralel dengan kualitas output-nya, terasa amat berlebihan jika menvonis kualitas hakiki seseorang dari jenis profesi yang disandangnya.

Mengendalikan Pikiran
True story di atas mengingatkan penulis akan kisah yang dituturkan oleh Ekchart Tolle, dalam 'The Power of Now' berikut ini.
"Seorang pengemis telah duduk di sisi jalan selama lebih dari 30 tahun. Suatu hari, seorang asing lewat."Punya uang receh, Pak?" gumam si pengemis, secara otomatis menjulurkan topi bassballnya yang sudah lusuh.
"Saya tidak punya apa-apa untuk Anda, "kata si orang asing." Kemudian, ia bertanya: "Apa yang Anda duduki itu?”. "Bukan apa-apa," jawab si pengemis. "Hanya sebuah kotak tua. Saya telah duduk di atas kotak ini sejak dulu. "Pernah melihat isi kotak itu?" tanya si orang asing. "Tidak," kata si pengemis itu. "Apa guna nya? Tidak ada apa-apa di dalamnya."
"Cobalah lihat,” desak si orang asing tersebut. Si pengemis mencoba membuka tutup kotak itu. Dengan keterkejutan, rasa tidak percaya, dan kegembiraan, si pengemis melihat kotak itu di penuhi emas.”

Mengomentari cerita di atas, Mark Viktor Hansen dan Robert G. Allen dalam bukunya 'Cracking the Millionaire CODE: Kunci Untuk Membuka Kekayaan Yang Tercerahkan', mengatakan, bahwa dalam setiap diri kita terdapat "kotak emas" yang masing-masing kita “duduki" dan bahkan lebih banyak daripada hal itu, namun sangat banyak di antara manusia yang tak menyadarinya.

Para ahli personal power dari berbagai sekolah kepribadian internasional malah menyebut potensi manusia yang sudah dimanfaatkan rata-rata baru 3 persen. Berarti ada 97 persen yang disia-siakan. Naif sekali bukan, kalau belum apa-apa kita sudah menganggap diri kita impoten?

Pandangan senada disampaikan Newman -penulis buku '10 Exciting Keys to Success'- "Kecenderungan pesimistis terjadi pada seseorang karena orang tersebut masih dikendalikan pikiran, bukan mengendalikan pikiran. Jadi kendali diri tak berada di tangannya, tetapi di tangan-tangan faktor eksternal yang dengan aktif mempengaruhi otak passifnya. Akibatnya, mereka tak pernah punya kemauan untuk menggali potensi diri, dan cenderung mempercayai saja apa yang dinyatakan otaknya. Orang sukses tak dikendalikan pikiran tetapi mengendalikan pikiran," tegas Newman.

Bila Anda berpikir bahwa Anda tidak berguna dan tidak sukses, maka Anda tidak akan pernah berguna dan menjadi sukses, alias pasrah menghadapi kehidupan seperti kisah si miskin di atas. Sebaliknya, jika Anda berpikir bahwa hidup Anda punya makna dan tugas khsusus yang mampu Anda darma baktikan bagi sesama, maka akan tumbuh sikap dan tindakan serta tekad yang membuat Anda benar-benar berguna dan menjadi sukses sebagaimana si fotrografer baru yang mantan office boy di atas. Jadi, kata kuncinya adalah bagaimana mengendalikan pikiran. Menurut Newman, cara mengendalikan pikiran di antaranya:
1. Membaca. Membaca adalah salah satu cara efektif mengendalikan pikiran. Dengan membaca, pikiran akan terlatih dan berkembang. Dengan membaca, Anda mendapat perbandingan informasi, kritis, inovatif dan kreatif atau meminjam istilah Thomas L. Harison dapat mengubah cara berpikir.
2. Berpikir. Selain membaca, orang bisa mengendalikan pikiran dengan cara berpikir besar dan tidak gampang patah semangat bila gagasan yang bersumber dari pemikirannya dilecehkan. Cara ini akan menumbuhkan semangat juang dan semangat tempur. Musuh terbesar manusia adalah ketakutan, kekhawatiran dan keragu-raguan.
3. Diskusi. Selain pendapat Newman di atas, hemat penulis, Berdiskusi atau berdebat dengan orang lain bisa meningkatkan kreativitas berpikir. Berdebat atau berdiskusi adalah salah satu tradisi keluarga sukses di negara maju dalam membentuk cara berpikir anggota keluarganya.
4. Satu langkah lainnya dalam mengendalikan pikiran adalah dengan menginstal ulang pikiran kita terutama pikiran alam bawah sadar kita. Kenapa? Karena umumnya manusia bertindak berdasarkan alam pikiran bawah sadarnya terutama pada saat situasi genting dan emosional.
5. Bergaul dengan orang–orang yang lebih sukses dan lebih berpengalaman.
6. Dan menetapkan tujuan baru. Khusus untuk poin terakhir ini akan kita kaji lebih mendalam dalam bahasan berikutnya ( Segera terbit dalam buku berjudul: Ayat-ayat sukses ).

Baca selengkapnya......

Komentar Tokoh Tentang Buku 'Rahasia Sukses Para Juara'


"Buku Rahasia Sukses Para Juara Ditulis berdasarkan studi mendalam tentang sejumlah tokoh terkemuka di berbagai bidang profesi dan dengan merujuk berbagai literatur buku-buku biografi dan ajaran para maestro sukses dan ahli pemberdayaan-. Berbagai serakan khazanah mutiara sukses tersebut lantas dijahit dengan sangat apik oleh penulisnya yang memiliki pengalaman sebagai aktivis, wartawan, dan praktisi bisnis, sehingga menjadi konsep utuh dan aplikatif serta mudah diterapkan oleh pembaca dalam mengoptimalkan kualitas kesuksesan hidupnya. Buku ini cocok bagi Anda yang belum memiliki tiket dalam memasuki area pusat keunggulan suskes kehidupan dan memimpikan hidup sukses penuh bahagia tanpa penyesalan...
Buku ini adalah semacam roadmap untuk merebut hak ulayat dan jati diri sejati setiap insan, termasuk Anda juga. Anjuran saya, bacalah dengan bersemangat, kepakkanlah sayap percaya Anda, dan jadilah seorang juara pada bidang pilihan Anda. Sampai jumpa pada upacara pengalungan medali juara, suatu saat nanti!"
(Jansen H. Sinamo: Guru Etos Indonesia dan Penulis Buku Best Seller '8 Ethos Kerja Professional')

Baca selengkapnya......

Mengubah Sampah Menjadi Emas : Menelisik Makna Filosofis Kewirausahaan


” Entrepreneur adalah mereka yang bisa mengubah sampah menjadi emas”

Ada banyak pengertian tentang kewirausahaan. Konsep wirausahawan (Entrepreneur atau biasa disebut dengan entrepreneur) dapat diperoleh dari berbagai buku teks maupun kamus. Masing-masing pakar atau praktisi memberi pengertian sesuai dengan cara pandangnya dan atau amatannya tentang sisi-sisi tertentu yang menonjol dari perilaku sang entrepreneur tersebut. Ciputra sendiri misalnya memberi pengertian yang sangat sederhana, tetapi sarat makna filosofis. Ia mengatakan bahwa entrepreneur adalah mereka yang bisa mengubah sampah menjadi emas. Coba Anda renungkan sejenak pengertian brilian tersebut. Hemat penulis, dengan pengertian tersebut, sang Pengusaha Sukses ini memberi titik tekan terpenting pada karakter yang menonjol dari seorang entrepreneurs yaitu: Kejelian membaca peluang bisnis, Keberanian (mentalitas wirausaha), serta kapasitas memproduksi dan menjual dengan kinerja bernilai tambah tinggi sehingga mampu menjadikan sampah menjadi emas atau uang. Itulah sesungguhnya hakekat kewirausahaan meskipun dengan terminologi yang berbeda-beda.
Namun jika harus ditambahkan dalam pengertian tersebut, adalah pentingnya penerapan etos spiritual dan kepemimpinan manajemen sebagai ciri dari pengusaha modern – meskipun hal itu sesunguhnya sudah tercakup maknanya dalam kata ” bernilai tambah tinggi” dalam pengertian di atas.
Bagi Penulis, setiap pengusaha sejati harus memiliki karakter dan kompetensi tersebut. Motivasi luhur sebagai solusi maker atau a part of solution – not a part of problem, harus menjadi spirit dan motivasi pengusaha. Karena hakikat kelahiran setiap usaha adalah untuk memecahkan masalah pelanggannya dan menciptakan nilai tambah baru bagi kepuasan konsumen. Sebab tanpa nilai tambah tersebut tidak terjadi kepuasan pelanggan, dan tanpa pelanggan maka setiap usaha akan bangkrut alias berhenti beroperasi. Nah, di sinilah diperlukan kreativitas seorang pengusaha atau tim kerja yang membantunya.

Pandangan senada tentang pentingnya asset intangible ini juga disampaikan oleh Bob Sadino. Menurut tokoh ini-berdasarkan pengalamannya, modal untuk menjadi pengusaha itu ada dua: yaitu modal tangible dan intagible. Namun menurut tokoh ini dalam praktek di lapangan, modal yang jauh lebih berperan adalah modal intangible ketimbang modal tangible. Menurut Bob, seorang yang pengusaha yang modal intangible asset nya rendah, akan mudah patah arang jika menghadapi kendala. “Sedikit-sedikit mengeluh tidak punya modal. Giliran dikasih modal, mengeluh lagi tidak punya relasi. Dikasih relasi, mengeluh lagi tak punya jaringan distribusi. Dan seterusnya dan seterusnya. Akhirnya usaha itu berhenti sendiri karena mental yang mudah merasa terkendala.” tegas tokoh ini.
Pandangan senada juga dikatakan Martha Tilaar, seorang pengusaha wanita senior. Ketika ditanya bagaimana kiatnya membesarkan usahanya hingga sukses gemilang, dengan enteng tokoh ini mengatakan: adalah menjadi manusia “DJITU” alias” Disiplin, Jujur, Inovatif, Tekun dan Ulet”. Hanya dengan disiplin yang tinggi seseorang akan mampu mewujudkan visi usahanya. Kejujuran adalah modal untuk mendapatkan kepercayaan (trust). Seorang pengusaha yang kehilangan trust sama artinya telah kehilangan segalanya, tegas tokoh ini sebagaimana dikutip oleh Erman Suparno: Strategi Ketenagakerjaan Nasional Sebuah Upaya meraih keunggulan Kompetitif Global: 2009. Demikianlah para pengusaha sukses kita memberikan pengertian kewirausahaan dari pengertian yang cenderung rumit dan variatif menjadi sangat sederhana, tetapi inti visinya sangat jelas. Meski demikian, untuk memperkaya wacana kita tak ada salah nya berikut ini kita nukilkan beberapa pengertian lainnya tentang kewirausahaan

Kewirausahaan dalam bingkai Perubahan Zaman
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban manusia, pengertian entrepreneur terus mengalami perkembangan makna. Jika pada awal lahirnya ciri wirausaha hanya diartikan sebatas makna broker atau usaha sendiri dengan fokus membuat produk atau jasa tertentu dan memasarkannya, kini terus mengalami perkembangan makna. Para wirausahawan modern, kini mulai memanfaatkan informasi sebagai peluang bisnis baru (passif) dan bahkan secara aktif mendayagunakan kemajuan tehnologi informasi untuk menjadi inovator, trendsetter bisnis (change driver) hingga pro aktif menciptakan informasi baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memenangkan persaingan (creator as entrepreneurship). Semua perubahan perilaku entrepreneurs tersebut, tentu saja semakin memperkaya makna kewirausahaan. Apa lagi kini, di era globalisasi, dimana para entrepreneur dunia berlomba-lomba mengusai pasar dengan memberi nilai tambah baru untuk memenuhi kebutuhan pasar (create some thing new from some thing something) hingga menentukan arah serta gerak persaingan biasa menjadi persaingan yang lebih hyper dan berbeda dengan cara mencipta produk atau jasa baru (Create something from nothing) yang belum pernah ada. Pola persaingan baru antara jawara entrepreneur dunia tersebut turut berkontribusi dalam memberikan pengkayaan makna terhadap pengertian wirausaha. Dengan demikian, perkembangan makna kewirausahaan akan terus mengalami perubahan selaras dengan pekerbangan zaman dan perubahan gaya hidup pengusaha dan masyarakat. Kita berharap dengan semakin berperannya para entrepreneurs Indonesia di pentas global akan turut menyumbangkan makna baru bagi kewirausahaan dunia dengan menyuntikkan etos kegotongroyongan (tanggung renteng) dan nilai-nilai spritualitas serta budaya timur adiluhung yang khas Indonesia dan termasuk etos bisnis tiada merugi tentunya.

Baca selengkapnya......

DAFTAR ISI BUKU ETOS BISNIS TIADA MERUGI

Daftar Isi

Pengantar Penulis
Pengantar Menteri


H. Asep Sulaiman Sabanda
- Milliarder Muda yang Membangun Bisnis untuk pemberdayaan Masyarakat
- Think Globally and Act Locally: Etos Kerja, Berorientasi pada Keunggulan
- Etos Bisnis Tiada Merugi
- Pembelajaran Bisnis terbaik: Mengelola Usaha Bisnis sambil terus Belajar
- Langkah seribu dimulai dari langkah Pertama
- Kembali Menuai Ujian bisnis dan Mene-mukan Konsep Bisnis Baru
- Pembelajaran Sukses Dari Asep Sulaiman
- Cerdas membaca Peluang, Berani gagal
- Menguasai Bisnisnya Secara Mendalam
- Filosofi Bisnis berbasis Nilai
- Analisis Kasus

Menelisik Makna Filosofis Kewirausahaan
Kewirausahaan dalam bingkai Perubahan Zaman
Jenis-Jenis Pelaku Usaha Dilihat dari Defenisi dan Makna Filosofis Kewirausahaan
1. Pengusaha Sebagai Agen
2. Pengusaha Manajer: Bekerja Dengan Tim Untuk Lebih Baik Dan Lebih Cepat Melayani Pelanggan
3. Pengusaha Trendsetter Bisnis
4. Pengusaha Sebagai Pemimpin Bisnis Dan Inovator
5. Pengusaha Sebagai Pencipta Sistem Kekayaan Sejati (Investor-Entepreneur)
6. Pengusaha Sebagai Agen Perubahan Sosial
7. Pengusaha Sebagai Agent Transformasi Nilai
Pengusaha Sebagai Oportunis Positif

Teori dan Kiat Sukses Memulai Usaha
7 Pertanyaan Kunci Ciputra Bagi Calon Pengusaha

Nyalakan Api Semangat, Temukan Peluang Bisnis di Sekitarmu
Peran Motivasi Dalam Meraih Sukses Dan Prestasi
Pelanggan adalah Raja
Di atas Pelanggan ada Nilai

Kenapa Pendidikan Kewirausahaan Diperlukan

Pengusaha sebagai agent penyebaran Virus Entepreneurship
Perang Modern adalah adu kreativitas dan strategi bisnis
Motivasi Spritualitas di
Balik Kesuksesan Para Konglomerat
Pilihan Ada Pada Diri Kita; Pecundang Atau Pemenang?

Virus Termahal di Abad 21 itu Bernama Virus Entrepreneurship?
Siapapun Bisa Menjadi Pengusaha, Tupoksi Pengusaha
Pengusaha dilahirkan (Genetika Entrepreneurship)
Pengusaha dapat diciptakan
Proses Lahirnya Ide Bisnis
Kompetensi Pengusaha di Era Globalisasi

Menyoal Kualitas dan Kuantitas Pendidikan Bisnis di Tanah Air
Tekad Grup Bakrie Mambangun Sekolah Bisnis Kelas Dunia
Tekad Group Bakrie Mencetak pengusaha Kelas dunia

Tupoksi Pengusaha
A. Aspek Kewirausahaan atau kepemimpinan (termasuk inovasi)
B. Kepemimpinan – Manajerial

Action Plan Bisnis
Merintis Usaha, Letakkan Batu Pertama
Mendobrak mitos kewirausahaan
Pernah Rugi dan Ditipu?
Usaha Yang Cocok Bagi Anda
Sempurnakan Manajemen Anda
Menentukan Mitra Usaha
Jagalah Keseimbangan: Menjadi Pengusaha Sukses Dan Kaya
Kelola hidup Anda sebagaimana bisnis harus untung

Apa Penyebab Banyak Pengusaha Gagal?
Konsep Bisnis Tiada Merugi
Bisnis tiada Merugi
1. Kecerdasan mengelola Uang
2. Mengetahui Berapa nilai riel Kekayaan
3. Sumber Asset dan Sumber Net-worth
4. Keberkahan Rezeki Hasil Usaha
Penutup
Daftar Bacaan
Tentang Penulis
Index :
A Abu Rizal Bakrie
Act Locally
adu kreativitas
Agen Perubahan Sosial
Amar Bhide
Aminuddin
Api Semangat
Arifin Panigoro
Asep Sulaiman Sabanda
B
Bakrie School of Management
Bambang Ismawan
Bambang Suharno
Bangladesh
Berani gagal
Bisnis Tiada Merugi 6, 129
Bob Sadino 29
Brian Tracy 46, 47
Budi Hartono 67
Burke Hedges 36, 50
C
Calon Pengusaha 47
Chairul Tanjung 67
Chandra 40, 42
Charles R. Kuehl 40
Chistoper Colombus 40
Ciputra 28, 47, 48, 53, 54, 58, 67, 69, 78, 146
Corporate Mistyc 4
D
David Mc Clelland 37, 38
DJITU 30
E
Echauz 78, 79
Eddy William Katuari 67
Edwin Soeryadjaya 67
Eka Tjipta Wijaya 67
Ernst & Young 4–3, 6–5, 11–9
ESQ 40
Etos Bisnis 6
Etos Kerja 5
F
Fadel Muhammad 61, 77
Fauzi Rachmanto 136
Filosofi Bisnis 20
Filosofis Kewirausahaan 28, 32
Frank Knight 34
G
Garuda Food 39, 54, 60, 67, 72
Genetika Entrepreneurship 76
Genetika pengusaha 74
Gontor 3, 5, 8, 10–9, 11, 70
Gorontalo 61, 77, 147
Grameen Bank 59
Griffin & Ebert 122
H
Hakim, Lukman 14
Hasyim Djojohadikusumo 67
Hendro 40, 42
Hypermarket 65
I
Imbang J. Mangkuto 83, 85
J
Jacob Oetama 67
Jean Baptise Say 63
Jean Baptista Say 33
Joseph Schumpeter 35
K
Keberkahan Rezeki 138
kegotongroyongan 31, 64
Konsep Bisnis 15, 129
L
langkah Pertama 11
Langkah seribu 11
Less Gibbin 44
M
Mall 65
Marcopolo 40
Martua Sitorus 67
membaca Peluang 17
Memulai Usaha 44
Metrovet Anugrah Lestari 10
Mochtar Ryadi 67
Multazam 16
Murdaya Poo 67
N
Napoleon Hill 49
Napoleon Hills 46, 140
nilai riel Kekayaan 135
Nurcholish Madjid 4
O
Om William 90
P
Paramadina Award 4
Peggy A. Lambing 40
Peluang Bisnis 52
Pembelajaran Bisnis 9
pemberdayaan Masyarakat 3
Perang Modern 63
Peter Sondakh 67
PKS Award 4
Putra Sampoerna 67
R
Red Piramid Change Spesialist 49
Richard Cantillon 33
Richard Cattion 63
Robert T Kiyosaki 142
S
Sandiaga Uno 67
Santika Berlian Nusantara 11
Santika Duta Nusantara 10
Santika Plastindo Utama 11
SBY-Boediono 33
Sinta Siregar 124
Sistem Kekayaan Sejati 36
Siti Hartaty Murdaya 67
Social Entrepreneur 11, 70
Stephen R. Covey 48, 49, 96, 124
strategi bisnis 63
Sudhamek Agung 54, 60, 67, 72
Sudono Salim 67
Sukanto Tanoto 67
Sumber asset 136
Sumber Net-worth 136
Surya Paloh 67
T
Tadjudin, Shobur 13
tanggung renteng 31, 64, 147
Think Globally 5
Thoby Mutis 80
Thomas L. Harrison 73, 74, 123
Trendsetter Bisnis 34
Tupoksi Pengusaha 74, 88
U
UIN Jakarta 83
Ujian bisnis 15
V
Virus Entrepreneurship 72
virus N Ach 38
W
Wasty Soemanto 39
Wiliam Soeryajadya 78
William Soeryadjaya, M. 39
Y
Yoseph Schumpeter 63
Young Entrepreneurs 53

Baca selengkapnya......