DH. Ismail Sitanggang, M.Si, Direktur Visi Aulia Jaya Group, perusahaan yg bergerak di bidang Penerbitan, Percetakan, Event Organizer & Konsultan bisnis. Mantan Ketua Bid. Promosi Kader HMI cabang Ciputat, Ketua Dewan Predium Formasi, Pengurus Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, DPP BISMA dan pengurus KAHMI, kini dipercaya menjadi Wakil Pemimpin Perusahaan Majalah CSR Review, pengurus CFCD DKI Jakarta, BKKKS Jakarta. Selain aktif mengurusi bisnis dan beragam organisasi yang diikutinya, ia juga mulai menekuni karir di bidang training motivasi dan tulis menulis. Suami dari Tety Muhithoh-Mahasiswi Pasca Sarjana UI- ini telah menulis 7 buku & puluhan buku lainnya yang ditulis bersama tim Visi Aulia Jaya dan rekan-rekan bisnisnya. Menurut Pengagum KH. Imam Zarkasyi, Achmad Bakrie, Om William ini, Indonesia akan sejahtera bila banyak pengusahanya. Untuk obsesi tersebut kini ayah tiga putra ini bersama timnya sedang bekerja keras membangun sekolah bisnis bagi tunas wirausaha muda dan UMKM. Yuk bersinergi membangun Indonesia Jaya. Kalau bukan kita siapa lagi...



Senin, 26 April 2010

Perang Modern adalah adu kreativitas dan strategi bisnis

Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menerapkan cara kerja, tehnologi dan produk baru dengan meningkatkan efesiensi dalam rangka memberikan pelayanan lebih baik kepada pelanggan dan memperoleh kepuasan dan keuntungan dari kinerja tersebut. Dengan pengertian tersebut, seorang pengusaha dituntut keberanian mandiri, menciptakan peluang bisnis baru dan mengelola sebuah risiko, dan fokus pada penciptaan nilai tambah baru. Orientasi pada penciptaan nilai tambah atau manfaat terbaik bagi konsumen serta lingkungannya tersebut yang menjadikan komunitas pengusaha ini layak memperoleh keuntungan dan status sosial yang tinggi. Dengan demikian, kewirausahaan yang sejak tahun 1725 ini sudah mulai dikenalkan oleh Richard Cattion dan Jean Baptise Say (1803) serta Yoseph Schumpeter (1934) pada level tertentu dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen untuk mencapai keberdayaan orang pada level tertentu.Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban manusia, entrepreneur terus mengalami perkembangan makna. Jika pada awal lahirnya ciri wirausaha hanya diartikan sebatas makna usaha sendiri, dan fokus pada memasarkan sebuah produk atau jasa tertentu, kini terus mengalami kemajuan dan perkembangan makna. Dalam dekade terakhir, ketika teknologi sudah menjadi komoditas, dan ketika globalisasi telah mendunia, maka para entrepreneur tidak memadai lagi hanya memberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pasar (create some thing new from some thing something). Pola persaingan baru antara jawara entrepreneur dunia telah memasuki ranah mengatur pola persaingan dan menentukan arah serta gerak persaingan biasa menjadi persaingan yang lebih hyper dan berbeda (Create something from nothing). Berbagai perubahan tersebut turut berkontribusi dalam memberikan pengkayaan makna terhadap wirausaha. Kita berharap dengan semakin berperannya para entrepreneurs Indonesia di pentas global akan turut menyumbangkan makna baru bagi kewirausahaan dunia dengan menyuntikkan etos kegotongroyongan (tanggung renteng) dan nilai-nilai spritualitas serta budaya timur adiluhung yang khas Indonesia tentunya. Seiring dengan berbagai kemajuan tehnologi dan informasi, dunia telah menjadi satu alias tanpa batas.
Globalisasi pun telah mewariskan pasar bebas ekonomi yang memungkinkan pelaku ekonomi dunia bertarung tanpa boleh diproteksi oleh suatu negara. Bisa dibayangkan, jika bangsa tercinta ini tidak segera proaktif melindungi para pengusahanya, apa gerangan yang terjadi jika kemudian hari para pengusaha asing yang menentukan arah perekonomian nasional kita? Pengusaha asing tersebut akan mendikte arus distribusi dan pemasaran produk serta kebutuhan vital dalam negeri jika kita sejak dini tidak menyiapkan entrepreneurs baru nan tangguh? Inilah yang disebutkan oleh sejumlah jenderal penting di negeri ini sebagai ”era perang modern”. Perang modern tersebut tidak lagi berbasiskan senjata, tetapi telah memasuki area melalui baju ekonomi: adu kecerdasan inovasi bisnis berbasis tehnologi, kecerdasan investasi, adu kuat finansial. Jadi tak berlebihan, jika di era globalisasi ini, ketahanan suatu bangsa sangatlah ditentukan sejauh mana para entrepreneurs suatu negara memiliki etos, heroisme, kreativitas bisnis serta kecerdasan menguasai pasar ekonomi global yang terbuka tanpa batas dan sekat tersebut. Inilah hukum besi persaingan usaha bebas- the winner takes all.
Para pengusaha yang lamban merespon perubahan dan ”lelet” memperbarui kompetensi kewirausahaannya akan segera tertinggal. Hadirnya Mall dan Hypermarket di berbagai sudut kota yang meminggirkan pasar –pasar tradisional adalah contoh nyata dari jenis perubahan dari sistem ekonomi baru tersebut. Untuk menghadapi era baru persaingan tanpa batas ini, hemat penulis yang diperlukan tidak saja perlunya proteksi dan stimulus pemerintah dalam mendukung pertumbuhan tunas wirausaha muda dan pemberdayaan pengusaha UMKM tetapi juga harus ada kesadaran dari sisi entrepreneurs sendiri untuk merubah etos dan perilaku berbisnisnya supaya kompatibel dengan globalisasi. Ciri khas dari gaya kepemimpinan bisnis modern yang patut kita teladani misalnya adalah pada kompetensinya menerapkan manajemen bisnis berbasis good corporate govennance serta penggunaan tehnologi modern dan kreativitas bisnis.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ”takdir” suatu bangsa hari ini dan nanti- apakah akan menjadi pemain global - penonton – atau korban globalisasi, sangatlah ditentukan oleh kualitas dan kuantitas para pengusahanya. Jika suatu bangsa melalui kehandalan entrepreneursnya dapat menguasai serta mewarnai pasar ekonomi dunia seperti yang kini dilakukan oleh Cina, Jepang, Amerika dan India, serta secara sadar mentransformasikan etos entrepreneurshipnya kepada masyarakatnya, maka bangsa tersebut akan dipandang secara bermartabat dan menjadi penentu arah ke mana pendulum peradaban akan bergerak. Sebaliknya, jika suatu bangsa gagal mencetak tunas wirausahawan muda terdidik, dan melipatkangandakan jumlah pengusaha tangguhnya, maka dalam jangka panjang, takdir bangsa tersebut hanyalah menjadi pemakai produk asing dan atau pengekspor bahan mentah tanpa berhasil memperoleh nilai tambah ekonomis dari kekayaan alam nya hinga menjadi bangsa kuli di negerinya sendiri. Inilah tugas besar para pemimpin baru dan kaum muda negeri ini kini. Yakni mengembalikan kekayaan negeri ini untuk kesejahteraan pada anak cucu kita. Pilihannya ada pada diri kita pribadi dan tentu saja political will dari para pemimpin kita. Kalau bukan kita siapa lagi? dan kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar